Saham Atau Tanah
Finansial

Beli Saham Atau Tanah? Mana Yang Paling Menguntungkan?

Saham Atau Tanah? Saya sering membahas tentang saham, sedikit melenceng dari topik utama blog. Namun itu juga bagian dari financial planning

Saham Atau Tanah? Akhir-akhir ini saya sering membahas tentang saham, sedikit melenceng dari topik utama blog ini. Namun itu juga bagian dari catatan financial planning saya pribadi.

Daripada cuma ditulis di notes (dikonsumsi sendiri, lalu basi), lebih baik saya publikasi dan ditulis di blog, agar orang lain bisa membaca sekaligus memberikan saran serta masukannya.

Sehingga kita bisa saling berdiskusi.

Disclaimer

Jujur saja, saya bukan seorang master di bidang investasi, baik saham maupun tanah (ataupun jenis investasi yang lainnya).

Saya cuma ingin sedikit mempelajari investasi, agar saya bisa fokus bekerja dan seiring waktu aset bisa bertumbuh tanpa saya harus pusing memikirkannya.

Karena toh buat apa pusing tujuh keliling untuk menjalankan investasi?

Kalau ada yang mudah, kenapa pilih yang susah?

Bukankah investasi itu harus pilih yang minim resiko, keuntungannya besar, sedikit (atau bahkan 0) untuk biaya perawatannya?

Bagi saya, kalau investasi adalah sesuatu yang rumit maka itu bukanlah investasi, tapi pekerjaan sehari-hari!

Orang yang mantengin grafik/chart tiap hari untuk melihat kapan saham turun atau naik, itu bukanlah investasi.

Investasi ya sekedar belajar > membeli dan eksekusi > fokus ke hal lain, kerja atau usaha seperti biasa > ketika butuh atau sudah waktunya, baru dijual & dinikmati.

Kalau tidur saja tidak nyenyak, masih mikirin apakah besok grafik bakalan naik ataukah turun, itu bukan investasi, tapi berdagang (trade)!

Tapi tentu saja, saya juga tak mau waktu yang telah dikorbankan justru menjadi bumerang karena saya bertingkan bodoh tak mau belajar.

Intinya, saya belajar. Tapi tak ambil pusing untuk berhari-hari memikirkan strategi tanpa aksi.

Jadi sampai sini Anda sudah paham tujuan tulisan ini dibuat dan siapakah saya.

Kalau sewaktu-waktu Anda menelan mentah-mentah ilmu di artikel ini lalu menyalahkan saya, itu bukan tanggungjawab saya lagi. 😁

Karena berulangkali saya sampaikan bahwa saya akan jadikan topik investasi di blog Raja Tips sebagai bahan diskusi.

Peran saya adalah teman diskusi, bukan mentor investasi. 😊

Pilih Saham Atau Tanah?

Sekarang balik lagi ke pertanyaan pilih saham atau tanah?

95% saya akan menjawab lebih baik membeli tanah.

Tapi saya juga tidak mau menjawab β€œtanah” lalu pergi begitu saja tanpa memberikan penjelasan apapun. πŸ˜‚

Pertama, saya tinggal di desa. Jadi saya kurang tau pasti bagaimana perkembangan harga serta prospek tanah di kota (fungsi secara keseluruhan).

Yang saya tau, di kota tanah itu begitu mahal, sementara di desa murah tapi perlahan-lahan bisa sama mahalnya dengan di kota.

Di desa, harga tanah itu relatif murah (jika dibandingkan di kota). Di desa pula (terutama di daerah saya), udaranya bersih dan sumber airnya masih murni.

Anda tau tempat wisata Situ Tirta Marta?

Situ Tirta Marta
Situ Tirta Marta

Itu masih 1 desa dengan tempat tinggal saya.

Lalu apa hubungannya?

Pertama, saya akan jelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi naiknya harga tanah adalah keberadaan tempat wisata, sekolah, pasar atau tempat keramaian terdekat.

Karena itu bagus untuk berjualan.

Sebelumnya, harga tanah di daerah tersebut mungkin hanya sekitar 1 Rp jutaan. Namun setelah Situ Tirta Marta kian populer, kabarnya tanah yang berada di pedalaman pun naik hingga Rp 2 jutaan.

Kedua, kita bisa mempersiapkan untuk membeli tanah sebelum instansi umum atau tempat wisata dibangun (saat masih rumor).

Dengan begitu, saat membeli (misalnya) masih harga Rp 2 juta per ubin(1). Kemudian saat bangunan sekolah telah berdiri dan beroperasi, harga tanah bisa menjadi 3-5x lipat dalam kurun waktu 5 tahun saja.

(1) Ubin adalah satuan ukuran untuk pembelian tanah di Jawa, khususnya bidang pertanian berupa sawah atau ladang

Ketiga, menurut saya tanah di desa lebih menguntungkan daripada di kota, apalagi kalau pintar melihat peluang dan prospek jangka panjangnya.

Karena saya juga lebih suka berada di lingkungan yang alamnya masih terjaga, ketika jogging pagi suasana terasa begitu menyegarkan (hmmm, jadi pengin lari-lari). πŸ˜‚

Intinya banyak keuntungan dan ketenangan yang saya dapat ketika hidup di desa daripada di kota.

Semua tentang kebersamaan tetangga, saling membantu, udara segar, alam terjaga, tenang dan lain sebagainya.

Bukannya membandingkan keadaan, tapi memang begitulah kenyataannya. Yaaa, meskipun kadang kenyataan tidak sesuai ekspetasi. 😣

Keempat, tanah di dekat tempat wisata bisa dimanfaatkan untuk disewakan atau sebagai tempat berjualan.

Dan lain sebagainya.

Nah kebetulan saya punya tanah di depan sekolah. Sekolah tersebut sudah berdiri sejak lama. Dan harga tanahnya pun sudah tergolong mahal saat itu.

Namun seiring waktu jalan raya diperluas, mulai ada bangunan supermarket dan ruko-ruko yang disewakan di dekat lokasi tanah tersebut.

Tebak apa yang terjadi?

Harga tanahnya meroket setelah kurang lebih 5 tahun saja! Padahal tidak saya apa-apakan itu tanah! 😱

Alasan lain mengapa tanah lebih baik daripada saham adalah resiko pertumbuhan harganya.

Setau saya, harga tanah akan terus naik, sementara saham tidak. Saham banyak dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal perusahaan.

Saham bisa naik drastis dan bisa turun drastis, bahkan lebih ekstrimnya lagi bisa bangkrut!

Jika penjualan dan keuangan perusahaan menurun, itu bisa mempengaruhi harga saham.

Ketika perusahaan saingan bertumbuh, itu juga bisa mempengaruhi kinerja sekaligus harga sahamnya.

Bahkan parahnya lagi, ketika CEO perusahaan tiba-tiba meninggal dunia, itu bisa saja membuat market terkoreksi dan berimbas pada jangka panjang.

Banyak hal yang mempengaruhi saham. Berita-berita kecil pun kadang bisa turut serta membuat harga saham goyah.

Tidak seperti tanah yang minim gangguan dan begitu kuat + stabil harganya.

Kemudian, mengapa harus tanah dibanding saham adalah tanah bisa sambil digarap untuk ditanami tumbuhan atau sebagai ladang pertanian yang bisa menghasilkan.

Sementara saham, dia hanya ada peluang untuk menghasilkan dividen yang mana itu juga tidak bisa ditentukan semau kita.

Kalau tanah kan, mau ditanam pohon langka yang dijual mahal pun bisa (kalau tanahnya mendukung).

Lalu alasan yang mungkin tidak banyak orang tau adalah ketika kita membeli tanah di dekat jalan yang mana misal harganya Rp 3 juta per ubin, lalu membeli lagi tanah milik orang lain di belakangnya lagi seharga Rp 2 juta per ubin.

Maka jika tanah tersebut digabungkan menjadi 1 sertifikat (milik 1 orang) yang awalnya Rp 2 juta per ubin bisa sama harganya dengan yang di depan, yaitu Rp 3 juta per ubin.

Bahkan kemarin saya baru tahu jika tanah dijual dalam jumlah pecahan akan lebih mahal daripada yang luas sekaligus (harus sudah bersertifikat).

Jadi, misalnya saya punya tanah 1 hektar, lalu saya bagi menjadi 5 bagian dan mendaftarkan sertifikatnya masing-masing.

Nah ketika 1 bagian itu dijual maka harganya lebih mahal dibanding orang tersebut beli 1 hektar sekaligus.

Tapi dengan catatan : Yang dijual bukan yang berada di dekat jalan, karena itu malah bikin kita rugi.

Sekarang balik lagi ke saham.

Yang perlu digarisbawahi adalah saham-saham sekelas Google, Tesla, Apple dan beberapa perusahaan yang sangat berpengaruh di dunia.

Bagi saya, perusahaan sekelas mereka adalah pengecualian.

Karena sekalinya naik, nggak tanggung-tanggung. Dan kenaikannya pun konsisten, tidak seperti kebanyakan perusahaan di Indonesia.

Tapi di Indonesia pun, mulai berdatangan perusahaan sekelas US tersebut, salah satunya adalah GoTo (Gojek & Tokopedia).

Namun sayangnya sampai saat ini sahamnya belum bisa dimiliki secara publik, mungkin itu akan kita bahas lain kali.

Intinya, saya tetap akan membeli saham. Jika dana sudah cukup untuk membeli tanah, maka saya belikan tanah.

Kesimpulan

Setelah mendengar segala cerita dan strategi diatas, tetaplah ingat! Jangan merencanakan sesuatu melebihi rencana Tuhan.

Hal terbodoh yang seringkali saya lakukan adalah merencanakan sesuatu begitu jauh dan tinggi, lalu berusaha mati-matian namun tetap gagal dan tak kunjung menemukan jalan keluar.

Sementara itu, ketika saya pasrah dan bertawakkal dengan sepenuh hati di ujung perjuangan, semua dibayar kontan! Bahkan sejak perjuangan yang saya mulai dari 0.

Tidak ada yang bisa menjamin keadaan di dunia ini akan baik-baik saja sesuai rencana.

Karena di tahun 2020 saja tak ada yang menyangka virus muncul tiba-tiba dan menghancurkan segala sektor perekonomian.

Dari yang awalnya prediksi harga properti & real estate akan terus naik justru sebaliknya.

Intinya, jangan pernah (dan amit-amit) untuk merencanakan sesuatu tidak dengan melibatkan (apalagi sampai tidak menyebut nama) Allah di dalamnya.

Allah nomor 1, prioritas nomor 1, pengaruh terbesar hidup kita, pembolak-balik hati dan segala keadaan duniawi.

Kalau Allah memang kita anggap nomor 1, ya tentu saja usahakan niatnya jangan setengah-setengah, harus totalitas.

Jadi, sebijak-bijaknya manusia adalah tetap berusaha dan belajar, namun semua harus didasari dengan iman yang kuat, agar hasil yang kita dapatkan begitu nikmat di masa mendatang.

Untuk memudahkan pemahaman, iman saya ibaratkan sebagai akar pohon.

Akar itu harus kuat, supaya kalau pohonnya tumbuh besar dan suatu saat tertiup angin, dia akan tetap berdiri kokoh.

Bagaimana menurutmu? Jangan sungkan untuk berkomentar, mengkritik atau menambahkan sesuatu ya, mari sama-sama kita belajar! πŸ˜ƒ

Posted by
Balkis Anton Nurohman

Allohumma Sholli β€˜Alaa Muhammad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *